Sebagai
pelukis senior, Mozes Misdy dengan senang hati berbagi pengalaman dan
ilmu kepada pelukis-pelukis pemula. Namun, pria 73 tahun ini tak suka
memberikan ceramah atau membuka kursus seni rupa. Dia ingin anak-anak
muda langsung praktik dan terus belajar dari hari ke hari.
"Saya
sendiri tidak pernah ikut lomba. Tidak ikut kursus dan sebagainya.
Waktu anak-anak saya melukis di pasir atau tanah," ujar Mozes Misdy
kepada saya di Pasar Seni Sidoarjo, kawasan Pondok Mutiara.
Setiap
hari ada saja pelukis-pelukis muda asal Sidoarjo atau kota lain mampir
ke galeri milik Mozes Misdy di Pasar Seni. Tidak setiap hari pria yang
senang melukis perahu nelayan dan pemandangan itu ada di Sidoarjo.
Sebab, dia sering blusukan ke mana-mana untuk mencari inspirasi
lukisan-lukisannya. Kadang ke Banyuwangi, Bali, Jakarta, dan kota-kota
lain di tanah air.
"Saya harus bergerak, bergerak, dan berkarya," katanya.
Hanya
saja, keteguhannya memegang prinsip sebagai seniman senior itu sering
kali sulit diikuti pelukis-pelukis muda. Mereka justru kesulitan
mengikuti irama kerjanya yang cepat dan serius. Dia menilai saat ini
banyak pelukis junior yang setengah-setengah mencemplungkan diri ke
jagat seni rupa.
"Belum
apa-apa sudah mengaku seniman. Padahal, lukisan yang dibuat masih
sangat sedikit. Setelah itu tidak melukis lagi, tapi masih suka mengaku
seniman," kritiknya.
Karena
mentalitas seniman yang dianggap kurang tangguh, Mozes Misdy tidak
kaget melihat perkembangan seni rupa di Jawa Timur, khususnya Kabupaten
Sidoarjo, yang cenderung stagnan. Pameran lukisan, khususnya pemeran
tunggal, hampir tidak ada lagi di Sidoarjo. Pameran bersama pun sangat
jarang. "Lha, kalau Anda nggak melukis, terus mau pamer karya yang
mana?" tukasnya prihatin.
Mozes
Misdy sudah ratusan kali mengadakan pameran tunggal sejak 1967. Belum
lagi ratusan pameran bersama pelukis-pelukis lain. Bagi pelukis dengan
metode palet ini, pameran tunggal sangat perlu dilakukan seorang pelukis
sebagai pertanggungjawaban profesi kepada masyarakat. "Jadi, pameran
itu tidak semata-mata karena mencari uang atau jualan lukisan," katanya.
Mozes
masih mengenang pengalaman pertama saat mengadakan pameran lukisan di
Kuala Lumpur, Malaysia, pada 1969. Saat usianya masih 28 tahun, belum
banyak makan garam di seni rupa. "Waktu itu modal saya cuma 5 dolar.
Saya tidak punya uang sama sekali. Sponsor juga tidak ada. Tapi,
alhamdulillah, dengan modal semangat dan keyakinan berkarya sepenuh
hati, saya bisa pameran di Malaysia," tuturnya.
Pengalaman
di Malaysia itu semakin membuat Mozes Misdy mantap memilih jalan hidup
sebagai seniman lukis. Dia terus bergerak, blusukan ke mana-mana dan
berkarya. Akhirnya, dia kembali melanglang dunia antara lain ke beberapa
kota di Australia seperti Perth, Darwin, dan Casuarina pada 1974. "Saya
juga sempat pameran di Bangkok. Modal saya ya semangat," katanya. (rek)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar